Mun’im Idries kini telah tiada. Namun selama hidupnya, dia telah
membongkar sejumlah kasus pembunuhan yang menyisakan misteri. Apa saja
ceritanya?
Mun’im memang kerap dilibatkan dalam sejumlah kasus pembunuhan oleh
polisi sebagai ahli forensik. Dia jadi tokoh sentral dalam proses
autopsi hingga identifikasi jenazah. Tak heran, dia punya segudang
cerita soal kasus-kasus tersebut.
Berikut lima misteri pembunuhan yang diungkap Mun’im dalam bukunya ‘Indonesia X Files’:
Marsinah
Kematian pejuang buruh PT Catur Putra Surya, Marsinah masih menjadi tanda tanya besar. Pakar forensik Abdul Mun’im Idries menemukan berbagai kejanggalan visum saat diminta jadi saksi ahli meringankan kasus tersebut di persidangan.
Kematian pejuang buruh PT Catur Putra Surya, Marsinah masih menjadi tanda tanya besar. Pakar forensik Abdul Mun’im Idries menemukan berbagai kejanggalan visum saat diminta jadi saksi ahli meringankan kasus tersebut di persidangan.
Meski sempat dilarang oleh koleganya, Mun’im saat itu tetap ngotot
bersaksi. Bersama kuasa hukum bos PT CPS Judi Susanto, Trimoelja D
Soerjadi, Mun’im menemukan banyak kejanggalan dalam visum. “Visum dari
RSUD Nganjuk sangat sederhana karena hanya 1 halaman,” terang Mun’im di
halaman 27. Meski jenazah Marsinah sudah dibedah, tapi tidak dijumpai
laporan keadaan kepala, leher dan dada korban. Di dalam visum juga
disebutkan Marsinah tewas akibat pendarahan dalam rongga perut.
“Padahal yang seharusnya diutarakan pembuat visum adalah penyebab
kematian (tusukan, tembakan, cekikan), bukan mekanisme kematian
(pendarahan, mati lemas),” papar Mun’im. Fakta persidangan juga menyebut
Marsinah ditusuk kemaluannya dalam waktu yang berbeda. Tapi dalam
visum, hanya ada 1 luka, pada labia minora. “Kejanggalan makin jelas
ketika barang bukti yang dipakai menusuk kemaluan korban ternyata lebih
besar dari ukuran luka,” sambungnya lagi.
Beberapa visum lainnya juga terus disoroti oleh Mun’im. Ia menduga
pembuatan visum atau lazim disebut visum et repertum itu dilakukan di
luar kelaziman. “Kematian Marsinah seperti selalu ada yang kurang,”
tandasnya.
Misteri Kematian Mahasiswa Trisakti
Suasana di Jakarta di malam penembakan mahasiswa Trisakti sangatlah mencekam. Pakar forensik dr. Abdul Mun’Im Idries yang ikut mengautosi menceritakan bagaimana menakutkannya keadaan saat tertembaknya empat mahasiswa itu. Saat kejadian, Mun’im mendapat telepon dari Kasat Serse Polres Metro Jakarta Barat Idham Aziz, untuk mengautopsi jenazah korban penembakan. Ia disuruh menunggu di pos polisi Terminal Grogol.
Suasana di Jakarta di malam penembakan mahasiswa Trisakti sangatlah mencekam. Pakar forensik dr. Abdul Mun’Im Idries yang ikut mengautosi menceritakan bagaimana menakutkannya keadaan saat tertembaknya empat mahasiswa itu. Saat kejadian, Mun’im mendapat telepon dari Kasat Serse Polres Metro Jakarta Barat Idham Aziz, untuk mengautopsi jenazah korban penembakan. Ia disuruh menunggu di pos polisi Terminal Grogol.
Selama menunggu Mun’im dihubungi oleh Kapolres Jakarta Barat, Timur
Pradopo dan Kapolda Metro Jaya, Hamami Nata. Ia disuruh menunggu sebelum
diperintahkan melakukan autopsi. kemudian Mun’Im pun berangkat menuju
RS Sumber Waras dengan membonceng motor petugas. Di tengah perjalanan
Mun’Im merasakan keanehan. Petugas yang membawanya memilih untuk melalui
jalan tikus, padahal saat itu keadaan tengah sepi dan seharusnya mereka
bisa langsung lurus menuju RS Sumber Waras
“Pak dokter, kita tidak tahu siapa kawan siapa lawan. Ini semua demi
keselamatan dokter,” ungkap si petugas kepolisian yang mengantarnya.
Sesampainya di rumah sakit Mun’im bertemu dengan mahasiswa dan keluarga
korban. Mereka semua menolak untuk diadakanya pemeriksaan bedah mayat.
Setelah Mun’im berusaha meyakinkan keluarga, akhirnya pemeriksaan pun
dimulai. Setelah melakukan pemeriksaan sekitar 90 menit, Mun’im
mendapatkan hasil. Masing masing mendapat luka tembak pada daerah
mematikan, bukan untuk melumpuhkan. Usai pemeriksaan, Mun’im kembali ke
ruang administrasi, di sana, Mun’im bertemu dengan Marzuki Darusman dan
Amaral yang pada saat itu menjabat sebagai ketua dan sekretaris jenderal
Komnas HAM.
Saat bertegur sapa dengan Marzuki Darusman, dia menerima SPVR (surat permintaan Visum et Repertum) dari kepolisian. Anehnya SPVR yang diterimanya sebanyak 6 buah sedangkan
korbannya hanya ada 4. Selain itu tidak ada identitas para korban dan
yang tertera hanya tanda tangan penyidik. “Maaf pak dokter, kami tidak
tahu berapa korban yang tewas dan kami juga tidak tahu nama para korban”
jawab petugas Polres Jakarta Barat.
Seusai jumpa pers, pukul 4 pagi Mun’im sudah dijemput oleh petugas
dari Polres Jakarta Barat. Saat Mun’im meminta untuk diantar pulang,
petugas Kasat Serse Polres Metro Jakatra Barat malah mengantarnya menuju
Polda. Setibanya di Polda, di lantai pertama Mun’im berjumpa dengan
Sudi Silalahi dari Kodam V jaya, kemudian dia menuju ruang Kapolda.
Saat itu dia hanya berdua dengan Hamami Nata, kemudian Mun’im membuka
pembicaraan dengan menyampaikan hasil autopsi. “Saya sudah perintahkan
kepada semua anak buah saya agar mereka tidak menggunakan peluru tajam.
Mereka yang menghadapi pengunjuk rasa hanya dibekali peluru karet atau
peluru hampa yang terbatas jumlahnya. Dari mana datangnya peluru ini?”
Ungkap Hamami. Di situ Mun’im berpikir kalau Kapolda dikerjain.
Misteri Peluru Nasrudin
Kematian pengusaha Nasrudin Zulkarnaen juga tidak luput dari autopsi pakar forensik Abdul Mun’im Idries. Dalam proses penyelidikan, polisi ternyata pernah meminta agar Mun’im menghapus data penjelasan jenis peluru yang menewaskan Nasrudin. “Saya pernah menjelaskan bahwa jenis peluru yang bersarang di Nasrudin memiliki diameter 9 mm, kaliber 0,38 tipe S & W, tapi saat itu diminta dihapus oleh polisi,” tulis Mun’im di halaman 74.
Kematian pengusaha Nasrudin Zulkarnaen juga tidak luput dari autopsi pakar forensik Abdul Mun’im Idries. Dalam proses penyelidikan, polisi ternyata pernah meminta agar Mun’im menghapus data penjelasan jenis peluru yang menewaskan Nasrudin. “Saya pernah menjelaskan bahwa jenis peluru yang bersarang di Nasrudin memiliki diameter 9 mm, kaliber 0,38 tipe S & W, tapi saat itu diminta dihapus oleh polisi,” tulis Mun’im di halaman 74.
Usai ditembak, Nasrudin memang sempat mendapat pertolongan ke RS
Mayapada Tangerang da RSPAD Gatot Subroto. Inilah yang membuat Mun’im
menegaskan adanya manipulasi jasad korban. Untuk mengautopsi jenazah
Nasrudin, Mun’im juga mengaku ditelepon oleh tiga polisi. Yang terakhir
seseorang berpangkat Komjen untuk meminta kesediaanya melakukan autopsi.
Mun’im yang mengikuti seluruh proses persidangan sembilan terdakwa
sebagai saksi ahli mengaku awalnya tidak tahu ada nama Rani. “Tidak lama
kemudian baru nama Rani keluar. Dari situ saya mengerti tentang pola
permainan ini,” tandasnya.
Munir dan Arsenik
Ahli forensik RSCM, Abdul Mun’im Idries ikut membantu autopsi jenazah pejuang HAM, Munir Said Thalib. Mun’im yang juga ditugaskan untuk membantu membongkar kasus itu pun membeberkan sejumlah fakta menarik. Mun’im saat itu sempat terkejut mengetahui Munir tewas akibat diracun arsenik. Cara pelaku membunuh dengan arsenik dianggap sangat pintar.
Ahli forensik RSCM, Abdul Mun’im Idries ikut membantu autopsi jenazah pejuang HAM, Munir Said Thalib. Mun’im yang juga ditugaskan untuk membantu membongkar kasus itu pun membeberkan sejumlah fakta menarik. Mun’im saat itu sempat terkejut mengetahui Munir tewas akibat diracun arsenik. Cara pelaku membunuh dengan arsenik dianggap sangat pintar.
“Kasus keracunan semacam itu terjadi tidak sampai 10 persen,” tulis
Mun’im di halaman 85. Mun’im sempat menolak ajakan polisi ke Belanda
untuk memastikan kematian Munir. Hasil autopsi di Belanda sudah cukup
dijadikan bukti penyebab kematian Munir. “Yang belum diketahui sampai
saat ini ialah cara kematiannya (manner of death),” kenang Mun’im.
Di sinilah banyak ditemukan fakta mengejutkan. Tim polisi sempat
berkesimpulan arsenik dituangkan dalam jus. Namun kesimpulan itu ditolak
Mun’im karena arsenik bakal mengendap di air dingin. Ia juga memastikan
kerja arsenik hanya itu bisa dirasa hanya dalam 30 menit. Mun’im juga
menduga TPF bentukan Presiden SBY tidak serius menangani kasus ini.
Rapat pertama tim ini malah dipimpin oleh Wakil Direktur Tipikor.
Mun’im dan polisi kemudian mengadakan sejumlah pertemuan di Hotel
Nikko untuk membahas TKP. Pencari lokasi kejadian ini merujuk analisa 30
menit miliknya. Radar saat itu mengarah ke Cafe Bean yang ada di
Bandara Changi. Sejumlah pelajar juga melihat Pollycarpus bersama Munir
di situ. Dalam perjalanan penyelidikan itu, Mun’im mengaku pernah
dipanggil Kabareskrim Komjen Bambang Hendarso Danuri. Percakapan dengan
Bambang itu dituangkan secara detail.
“Dokter, ini untuk merah putih,” kata Bambang saat itu.
“Loh kenapa Pak?” tanya Mun’im.
“Kalau kita tidak bisa memasukan seseorang ke dalam tahanan sebagai
pelaku, dana dari luar negeri tidak cair. Karena dia tokoh HAM. Kemudian
obligasi kita tidak laku Dok,” papar Bambang.
Mun’im yakin, gejala maag yang dirasakan Munir di dalam pesawat
adalah awal racun bekerja. Proses bekerjanya racun hingga akhirnya Munir
ditemukan tewas di atas langit Rumania match dengan TKP di Cafe Bean.
Mun’im juga membagi TKP dalam tiga bagian: perencanaan, eksekusi dan
saat wafat. Kejanggalan utama adalah penunjukan Pollycarpus yang ditugas
Dirut Garuda saat itu, Indra Setiawan untuk mencari tahu penyebab
insiden Boeing 747 Singapura-Amsterdam beberapa waktu sebelum Munir
tewas.
Aneh karena seorang pilot Airbus 330 ditugasi untuk mengecek kenapa
roda pendaratan pesawat saat itu macet. Jika urusan roda yang ingin
diselidiki, kenapa bukan mekanik yang dikirim. Hal lain, CCTV Bandara
Soekarno-Hatta saat itu hanya dua saja yang aktif. Pesawat yang
ditumpangi Munir ke Changi juga terus mengalami delay. Belakangan
diketahui delay itu karena sedang menunggu pesawat Garuda dari
Singapura.
“Pesawat tersebut berisi Pollycarpus,” tegas Mun’im. Pollycarpus
memang sudah dipenjara. Namun Mun’im sendiri menuliskan masih banyak
misteri dalam kasus ini.
Detik-detik Kematian Bung Karno
Mun’im Idries punya versi sendiri perihal meninggalnya Presiden Soekarno. Masa pengasingan Soekarno diduga kuat menjadi penyebab turunnya terus kesehatan sang proklamator kawakan tersebut. “Kondisi kesehatan yang jelek dan tidak mendapat perawatan yang seharusnya, tidak adanya atensi, serta pudarnya eksistensi merupakan penjelasan yang rasional,” tulis Mun’im di halaman 46.
Mun’im Idries punya versi sendiri perihal meninggalnya Presiden Soekarno. Masa pengasingan Soekarno diduga kuat menjadi penyebab turunnya terus kesehatan sang proklamator kawakan tersebut. “Kondisi kesehatan yang jelek dan tidak mendapat perawatan yang seharusnya, tidak adanya atensi, serta pudarnya eksistensi merupakan penjelasan yang rasional,” tulis Mun’im di halaman 46.
Dalam bukunya itu, Mun’im memang mengutip pernyataan dari istri
Soekarno, Ratna Sari Dewi. Ratna saat itu menyebut Bung Karno meninggal
karena terus menerus diberi obat tidur. “Beliau (Ratna) bukan dokter
sehingga secara keilmuan beliau tidak memiliki otoritas,” kata Mun’im
menanggapi pernyataan Ratna.
Dokter nyentrik ini justru lebih setuju dengan dokter yang merawat
Soekarno, dr Hartanto dan Rachmawati Soekarnoputri. Keduanya kompak
mengatakan Soekarno memiliki masalah dengan ginjal. Bahkan Soekarno
sendiri sudah melakukan operasi pengangkatan ginjal di Wina tahun 1960.
Fungsi ginjal Soekarno hanya tinggal 25 persen saja.
Mun’im menilai perlakuan yang diterima Soekarno dalam masa sakitnya
itulah menjadi penyebab kematiannya. Mulai dari pengucilan, dijadikan
tahanan rumah hingga menghilangkan eksistensi Soekarno adalah contohnya.
“Dengan kata lain, perlakuan orde baru terhadap Bung Karno sedikit
banyak mempunya andil – kalau tidak dapat dikatakan bertanggung jawab –
atas kematian penggali pancasila tersebut,” tandasnya.
0 Response to "Lima Misteri Pembunuhan Yang Berhasil Diungkap Oleh Paker Forensik Mun’im Idries"
Post a Comment